KARANGANYAR - Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Kabupaten Karanganyar, Jaw...

KARANGANYAR - Gunung Lawu yang terletak di

perbatasan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah

dan Magetan,Jawa Timur kembali menjadi

perbincangan hangat warga yang tinggal di bawa

kaki gunung tersebut menyusul banyaknya erupsi

gunung berapi.

Bercerita tentang gunung, selalu ada mitos dan cerita

rakyat yang berkembang. Tak ubahnya Gunung Lawu,

gunung yang masuk di posisi kelima tertinggi di

pulau Jawa itu juga memiliki cerita sendiri.

Gunung yang berdiri sangat kokoh di ketinggian

3.265 mdlp tersebut terkenal dengan julukan Seven

Summits of Java (Tujuh Puncak Pulau Jawa).

Salah satu tim Resque Karanganyar, Maryoto yang

sudah sangat akrab dengan Gunung Lawu juga

menyebutkan jika gunung ini termasuk paling angker

dan menyimpan banyak misteri yang belum pernah

terungkap.

"Kalau terangker mungkin iya karena sampai

sekarang Lawu itu belum terungkap misteri atau jati

diri Lawu. Contoh yang paling nyata sampai

sekarang tidak pernah ditemukan kuburan eyang

Lawu & Sunan Lawu," jelasnya di Posko pendakian

Cemoro Kandang, Rabu (12/3/2014)

Selain kental dengan aura mistik, Gunung Lawu tetap

menjadi primadona bagi para pendaki. Bahkan

gunung Lawu terkenal dengan penunggu sekaligus

penunjuk jalan seekor burung misterius, bernama Kyai

Jalak Lawu.

Bagi yang sudah pernah mendaki puncak Lawu yang

memiliki suhu terdingin hingga mencapai minus 5

derajat celcius ini pasti sudah mengenal mitos Kyai

Jalak. Konon Kyai Jalak adalah salah satu jelmaan

dari abdi dalem setia Prabu Brawijaya V yang

bertugas untuk menjaga Gunung Lawu.

Biasanya burung Jalak Lawu berwarna hitam.

Namun khusus burung misterius yang terkenal

dengan nama Kyai Jalak ini berwarna gading. Tidak

semua pendaki bisa bertemu Kyai Jalak. Kyai Jalak

yang sering menjadi pemandu bagi para pendaki

yang tersesat. Karena itu pantangan bagi para

pendaki untuk menganggu Kyai Jalak.

"Namun jika berniat baik, kyai Jalak akan mengantar

pendaki sampai ke Puncak Gunung Lawu. Kyai Jalak

bertemu para pendaki, bukan untuk mencelakai,

namun sebagian dari tugasnya menjaga dan

menjadi penunjuk jalan bagi para pendaki," terang

Maryoto

Sebab itulah gunung yang juga merupakan salah

satu poros di pulau Jawa ini banyak masyarakat

yang mempercayai bahwa Gunung Lawu adalah

persinggahan Brawijaya V yang merupakan Raja

Majapahit terakhir yang akhirnya menghilang

bersama raganya alias muksa.

Menurut cerita leluhur yang didapat dari Sardi salah

satu pemilik warung di sekitar pos pendakian Cemoro

Kandang menyebutkan jika Gunung Lawu merupakan

pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada

hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton

Solo dan Yogyakarta misalnya upacara labuhan

setiap bulan Sura.

"Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan

pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang

berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Dan

tiap suro selalu diadakan upacara sesaji di gunung

Lawu," jelasnya ketika di temui Okezone beberapa

waktu lalu.

Gunung Lawu juga menyimpan misteri pada tiga

puncaknya dan menjadi tempat yang dianggap

sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai

tempat pamoksan (menghilangnya) Prabu Brawijaya,

Harga Dumiling diceritakan sebagai tempat

pamoksan Ki Sabdopalon yang merupakan abdi setia

dari Prabu Brawijaya, dan Harga Dumilah merupakan

tempat yang meditasi pagi penganut kejawen.

Lebih lanjut Sardi menjelaskan, setiap pendaki yang

pernah naik ke puncak Lawu pasti memahami

berbagai larangan tidak tertulis yang harus dipatuhi.

Misalnya ketika akan mendaki gunung Lawu adalah

dilarang mengucapkan kata kesel (capai) ketika

sedang dalam perjalanan menuju puncak.

"Tidak boleh ngresula (mengeluh), capai, nanti tiba-

tiba stamina kita akan mendadak menurun. Jika

berkata dingin maka kita akan kedinginan," jelasnya

lagi.

Seperti kebanyakan gunung yang ada di Indonesia

yang kental dengan aura mistisk, gunung Lawu

memiliki pasar yang di sebut pasar setan. Yaitu

pasar yang tak terlihat dengan kasat mata. Hanya

terdengar suara ramai saja. Dan tidak semua orang

bisa mendengarnya.

Selain mendengar berbagai cerita mistik dari para

pendaki yang istirahat di warung miliknya, Sardi juga

pernah mengalami hal yang sama sewaktu mudanya

dulu.

"Dulu saya pernah sekali mengalami. Makanya jika

sedang mendaki dan mendengar suara berbahasa

Jawa yang menanyakan 'arep tuku apa mas', (beli

apa mas) segera saja buang uang berapa saja. Yang

pasti buang di sekitar tempat di mana kita

mendengar suaranya. Terus petik daun di sekitar

tempat itu seperti kita sedang belanja," terangnya

panjang lebar.

Selain Kyai Jalak sebagai penunjuk jalan, kadang

kala juga muncul kupu-kupu berwarna hitam, namun

di tengah kedua sayapnya terdapat bulatan besar

berwarna biru mengkilap.

"Katanya jika melakukan pendakian, melihat kupu-

kupu dengan ciri seperti itu adalah pertanda bahwa

kehadiran pendaki disambut baik (diijinkan) oleh

penjaga Gunung Lawu. Jangan pernah menganggu,

mengusir dan membunuhnya," ungkapnya.

Dan yang paling penting adalah pantangan

mengenakan baju berwarna hijau daun, dan dilarang

mendaki Puncak Lawu dengan rombongan yang

berjumlah ganjil.

“Jangan naik puncak jika jumlah pendakinya ganjil,

takutnya nanti akan tertimpa kesialan. Satu hal lagi

yang harus diingat, jika tiba-tiba ada ampak-ampak

(kabut dingin) yang di barengi suara gemuruh,

jangan nekat naik. Turun saja atau berbaring

tertelungkup di tanah," pesannya.

(crl)

0 komentar:

Posting Komentar